Rizu san study

Selamat datang di ruang karya rizu san.

Sunday, July 17, 2011

Wisata Alam Bukit Batu

The Tourism Object in Katingan Regency, Central Borneo


Keindahan panorama alam di beberapa daerah di Provinsi Kalteng diketahui sangat menjanjikan untuk kegiatan pariwisata lokal maupun mancanegara. Salah satunya adalah kawasan Bukit Batu, yang terletak di perbatasan Kasongan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya.

Bukan hanya karena keunikan bukit yang terdiri dari susunan batu-batu besar sehingga tempat ini begitu dikenal dan sering dijajaki para pelancong, namun ada ikatan cerita sejarah masa lampau yang membuat kawasan itu makin sering dikunjungi warga, khususnya di dua daerah yang bertetangga ini.

Konon Bukit Batu merupakan tempat bersemedi pendiri Kalteng yang juga mantan Gubernur Kalteng, Tjilik Riwut.

Tidak hanya ketika dia menjadi seorang tokoh, Bukit Batu juga sudah menjadi tempat yang nyaman bagi Tjilik Riwut sewaktu kecil untuk menenangkan diri.

Menurut cerita berkembang, Bukit Batu dulunya juga sering dijadikan tempat bertapa Riwut Dahiang, ayah Tjilik Riwut, yang ingin mempunyai seorang anak laki-laki, sebab setiap anaknya lahir laki-laki selalu meninggal.

‘Petunjuk’ yang diperoleh dalam pertapaan itu ialah anak laki-laki Riwut Dahiang yang akan dilahirkan kelak akan mengemban tugas khusus untuk sukunya.

Tjilik Riwut dalam masa pertumbuhannya hampir tidak pernah melupakan Bukit Batu. Dalam usia yang masih belia, Tjilik Riwut biasa pergi meninggalkan teman bermainnya untuk menuju Bukit Batu yang jarak dari tempat tinggalnya sekitar 15 Km.

Tjilik Riwut berjalan menuju Bukit Batu untuk melakukan apa yang dulu pernah dilakukan oleh ayahnya, Riwut Dahiang. ‘Petunjuk’ yang pertama diperoleh Tjilik Riwut adalah diminta menyeberang laut menuju Pulau Jawa.

Hampir sulit ‘petunjuk’ itu dilaksanakan, karena pada jaman itu, transportasi di Kalimantan masih sangat minim, sehingga bisa dikatakan mustahil, apalagi harus ditempuh dari Desa Kasongan di mana Tjilik Riwut lahir dan tinggal.

Untuk pergi ke Banjarmasin saja, waktu itu bukan main susahnya. Namun entah atas dorongan itu atau motivasi lain, Tjilik Riwut yang melanglang buana akhirnya kembali ke Kalteng sebagai pejuang dan kemudian mengemban tugas penting sebagai Gubernur Kalteng.

Legenda itulah yang terus mengiringi sehingga Bukit Batu yang kini dikenal dengan nama tempat pertapaan Tjilik Riwut itu semakin dikenal.

Setiap akhir pekan, ada saja warga yang datang ke tempat itu sekadar untuk bersantai sambil menikmati pemandangan bukit tersebut.

Pada hari libur panjang seperti Lebaran, jumlah pengunjung mencapai ratusan bahkan bisa sampai ribuan orang. Mereka penasaran ingin melihat tempat pertapaan Tjilik Riwut ini.

Saat ini lokasi wisata Bukit Batu terus dibenahi pemerintah daerah. Di kompleks tersebut juga terdapat Rumah Betang dilengkapi dengan Sapundu sehingga nuansa etnis semakin kental.

(Visit this Place, Please!!! You will be satisfied)

Betang Tumbang Gagu

The Tourism Object in East Kotawaringin, Central Borneo

A. Selayang Pandang
Jika orang Jawa memiliki rumah joglo, orang Padang memiliki rumah gadang, maka orang Dayak memiliki rumah betang. Bagi orang Dayak di Kalimantan, rumah betang lazim disebut lamin atau panjal, sedangkan orang luar menyebutnya sebagai rumah panjang atau long house. Sebutan ini merujuk pada arsitektur rumah yang bentuknya memanjang ke belakang. Panjang rumah semakin tergantung seberapa jumlah keluarga yang menghuninya. Semakin banyak jumlah keluarga yang menghuninya, maka semakin panjang rumah betang tersebut. 
Rumah betang adalah sejenis rumah yang mengadaptasi bentuk rumah panggung. Jarak rumah dari tanah dapat mencapai lima meter. Pemilihan bentuk rumah seperti ini berhubungan erat dengan kondisi alam Kalimantan yang pada umumnya dekat dengan sungai besar. Sehingga, ketika sungai meluap, air tidak akan masuk ke dalam rumah.
Salah satu rumah betang yang terkenal di Kalimantan adalah Rumah Betang Tumbang Gagu. Rumah betang yang berada di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah ini termasuk salah satu rumah betang tua yang masih terjaga keasliannya. Rumah yang dibangun pada tahun 1870 M dan memakan waktu sekitar tujuh tahun ini berdiri megah di atas tanah seluas 110 x 130 m, dengan luas rumahnya sendiri sekitar 47 x 15,5 m. Rumah Betang ini termasuk yang tertinggi di Kalimantan, karena jarak rumah dengan tanah mencapai lima meter.
Dulu, pembuatan Rumah Betang Tumbang Gagu dipelopori oleh Singa Jaya Antang, kepala suku di Desa Tumbang Gagu, atau kakek buyut dari Labuan Undong Antang yang sekarang ini menjadi kepala keluarga di rumah ini. Rumah Betang Tumbang Gagu dibangun dengan bahan baku utama dari kayu besi atau kayu ulin—kayu khas Kalimantan yang terkenal keras dan tahan lama. Sedangkan tangganya dibuat dari batang pohon yang bentuknya berundak-undak untuk menghindari serangan binatang buas. Selain itu, tangga sengaja dibuat tidak permanen, agar dapat dipindahkan dan diangkat ke dalam rumah kapan saja.
B. Keistimewaan
Keistimewaan Rumah Betang Tumbang Gagu setidaknya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi arsitekturnya dan sisi makna simboliknya. Dari sisi arsitekturnya, rumah yang belum sekalipun direnovasi sejak pembuatannya ini memiliki bagian-bagian yang cukup lengkap. Di dalam rumah ini terdapat deretan kamar atau bukung dan serambi yang cukup luas. Serambi dalam rumah ini berfungsi selain sebagai tempat berkumpul bagi para keluarga yang menempati rumah ini, juga sebagai tempat melakukan berbagai upacara dan musyawarah adat. Di bagian paling belakang rumah ini, terdapat ruangan cukup luas yang berfungsi sebagai dapur dan tempat menyimpan barang-barang hasil panen.
Sedangkan makna simbolik dari rumah ini adalah wujud dari semangat kebersamaan dan kerukunan. Masing-masing keluarga yang tinggal di rumah ini memiliki semacam kesepakatan untuk tetap menjaga suasana damai dan ketentraman. Jika salah satu keluarga melaksanakan hajatan, maka biaya untuk menyelenggarakan hajatan tersebut ditanggung secara bersama-sama oleh semua keluarga yang tinggal di rumah ini. Pun jika musibah sedang melanda salah satu keluarga, hal itu akan menjadi kedukaan bagi semua keluarga.
Keistimewaan lainnya juga dapat dilihat dari barang-barang koleksi yang terdapat di rumah ini. Di dalam rumah terdapat benda-benda berharga yang sebagian besar sudah tidak dibuat lagi sekarang ini, antara lain piring dan mangkuk yang terbuat dari keramik, patung-patung kayu, lukisan yang terbuat dari kulit kayu dan kulit binatang, lesung untuk menumbuk padi, mandau (senjata khas Suku Dayak), pakaian perang, sumpit untuk berburu, tanduk binatang, dan lain-lain. Selain itu, di halaman rumah juga terdapat dua totem atau patung kayu khas Suku Dayak yang berdiameter 40—50 cm dengan tinggi mencapai tujuh meter. Totem yang pertama menghadap ke timur. Totem ini digunakan oleh penghuni Rumah Betang Tumbang Gagu untuk mengikat binatang kurban pada upacara bahagia, seperti kelahiran dan panen padi. Sementara totem kedua yang menghadap ke barat digunakan untuk mengikat binatang kurban pada upacara duka seperti kematian.
Namun, keistimewaan yang mungkin tidak akan dijumpai di tempat lain selain ketika berkunjung ke Rumah Betang Tumbang Gagu adalah keramahan para penghuninya. Setiap tamu yang berkunjung akan disambut dengan ritual khusus oleh penghuni rumah, antara lain mengolesi pupur atau bedak ke kedua pipi sebagai tanda persahabatan, menginjak telur dengan kaki kanan dan memotong antan atau bambu. Semuanya itu dimaksudkan agar tamu yang datang selamat selama di tempat tujuan. Selain itu, pengunjung juga akan disuguhi masakan khas Kampung Tumbang Gagu berupa sayur rotan, sop pakis, ikan goreng, serta tempoyak atau sambal yang terbuat dari buah durian. Jika pengunjung berkenan, prosesi penyambutan akan ditutup dengan acara minum tuak secara bersama-sama dengan penghuni rumah.
C. Lokasi
Rumah Betang Tumbang Gagu terletak di Desa Tumbang Gagu, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kota Waringin Timur, Propinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. 
D. Akses
Untuk mencapai Kabupaten Katingan, pengunjung terlebih dahulu harus melewati Palangkaraya, Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Dari Palangkaraya menuju Katingan, pengunjung dapat menggunakan sarana transportasi darat (bus) maupun sungai (long boat). Setelah sampai di Kabupaten Katingan, perjalanan menuju lokasi Rumah Betang Tumbang Gagu di Desa Tumbang Gagu dapat dilanjutkan dengan menggunakan long boat menyusuri Sungai Samba dan berhenti di dermaga Penda, pintu masuk menuju kawasan Tumbang Gagu. Dari dermaga Penda, perjalanan menuju Desa Tumbang Gagu harus ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih 3 jam menyusuri lebatnya hutan pedalaman Kalimantan. Pengunjung tidak perlu khawatir tersesat di jalan, karena di dermaga Penda pengunjung akan menjumpai banyak lelaki Dayak yang berprofesi sebagai pemandu jalan yang siap mengantarkan menuju Desa Tumbang Gagu. 
E. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya alias gratis.  
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Letak Desa Tumbang Gagu yang berada di pedalaman Kalimantan membuat daerah ini tidak menyediakan sarana akomodasi dan fasilitas yang lengkap. Bahkan boleh dibilang, satu-satunya akomodasi dan fasilitas yang akan dijumpai ketika berkunjung ke Rumah Betang Tumbang Gagu adalah sambutan dan pelayanan yang diberikan oleh penghuninya. Namun, justru disinilah letak keistimewaannya, karena pengunjung dapat berinteraksi secara langsung dengan penghuni rumah, juga akan mendapat pelayanan yang spesial, termasuk makan dan tempat menginap.
(Afthonul Afif/wm/23/05-08)
__________
Sumber foto: www.katingankab.go.id 

Arboretum Nyaru Menteng

The Tourism Object in Palangkaraya City, Central Borneo

A. Selayang Pandang
Arboretum Nyaru Menteng merupakan hutan konservasi yang terdapat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Secara harfiah, arboretum adalah tempat pelestarian dan penelitian untuk tumbuh-tumbuhan langka yang terdapat di hutan. Namun, Arboretum Nyaru Menteng tidak hanya dijadikan sebagai tempat konservasi untuk tumbuh-tumbuhan langka, tetapi juga sebagai tempat konservasi orangutan. Sampai dengan bulan November 2007, Arboretum Nyaru Menteng telah merawat lebih dari 200 orangutan. Arboterum ini dibangun pada tahun 1988 dan merupakan areal bekas kawasan HPH (Hak Pengolahan Hutan) yang telah dieksploitasi sejak tahun 1974. Nama Nyaru Menteng sendiri berasal dari bahasa Dayak yang berarti gagah berani.
Selain sebagai kawasan konservasi, Arboretum yang luas wilayahnya mencapai 65,2 hektar ini juga sering digunakan sebagai tempat pembinaan bagi para pelajar, pramuka, mahasiswa, dan organisasi-organisasi kepemudaan yang memiliki kecintaan terhadap aktivitas pelestarian alam. Sejak ditetapkan sebagai kawasan wisata yang dibuka untuk umum, Arboretum Nyaru Menteng selalu ramai dikunjungi pada hari Minggu dan hari-hari libur lainnya. Pada umumnya, pengunjung ingin menikmati keindahan alam Arboretum sambil melihat-lihat binatang yang ada di kawasan ini.
B. Keistimewaan
Objek wisata Arboretum Nyaru Menteng Palangkaraya memiliki daya tarik tersendiri, karena menawarkan keindahan alam dengan aneka jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan langka yang hidup di dalamnya.
Dilihat dari kekayaan floranya, vegetasi yang tumbuh di Arboretum Nyaru Menteng ini dapat digolongkan ke dalam 43 famili dengan jumlah spesies 139, antara lain ramin, meranti rawa, mahang, geronggang, makakang, kapur naga, kempas, rengas, palawan, belangiran, dan punak. Di kawasan ini juga terdapat pohon-pohon langka yang tidak dapat dijumpai di tempat-tempat lain, terutama di luar wilayah Pulau Kalimantan. Pohon-pohon tersebut antara lain terentang, mentibu, bitangur, jelutung, agathis, bangkirai, galam tikus, jambu-jambu, tumih, dan lain-lain.
Kekayaan flora Arboretum Nyaru Menteng menjadi semakin lengkap dengan tumbuhnya empat jenis kantong semar di kawasan ini, yaitu nepenthes raffesiana, nepenthes maxima, nepenthes ampullaria, dan nepenthes gracilis. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan berbagai jenis vegetasi hutan rawa yang mampu beradaptasi pada tanah yang tergenang air, baik secara musiman maupun sepanjang tahun. Hal ini ditandai dengan banyaknya jenis tanaman yang mempunyai akar tunjang dan berbanir yang memungkinkan terjadinya sirkulasi udara.
Sedangkan jika dilihat dari kekayaan faunanya, di kawasan Arboretum ini terdapat berbagai jenis binatang liar dan langka, seperti burung beo, burung cucak rowo, biawak, ular sanca, katak rawa, monyet, orangutan liar, owa-owa, tupai, dan lain-lain. Namun, yang membedakan Arboretum Nyaru Menteng dengan arboretum-arboretum lainnya adalah di dalamnya terdapat kawasan khusus untuk penangkaran orangutan yang dikelola oleh Yayasan BOS (Borneo Orangutan Survival Foundation). Di lokasi penangkaran ini, pengunjung dapat menyaksikan kelucuan tingkah-laku orangutan yang berada di kandangnya. Di lokasi Arboretum ini juga terdapat klinik untuk orangutan, yaitu tempat pengobatan/perawatan bagi orangutan yang sakit. Walaupun tidak semua orang bisa masuk ke dalam areal klinik orangutan ini, namun bagi pengunjung yang ingin melihatnya, disediakan tempat khusus untuk melihat orangutan yang relatif sudah sehat. 
C. Lokasi
Arboretum Nyaru Menteng terletak di Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu, Kotamadya Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia.
D. Akses
Lokasinya yang berada di Jalan Palangkaraya—Sampit membuat Arboretum Nyaru Menteng tidak sulit untuk dijangkau, baik dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun sarana transportasi umum. Jika menggunakan sarana transportasi umum, pengunjung dapat naik bus jurusan Palangkaraya—Sampit dengan jarak tempuh sekitar 29 km dan turun di Desa Tahai. Sebelum memasuki kawasan Arboretum ini, pengunjung terlebih dahulu harus melewati Danau Tahai, sebuah obyek wisata danau yang menjadi pintu gerbang untuk memasuki kawasan Arboretum Nyaru Menteng. Dari Danau Tahai menuju Arboretum Nyaru Menteng, pengunjung cukup berjalan kaki melewati jembatan kayu sepanjang kurang lebih lima kilometer.
E. Harga Tiket
Dalam konfirmasi.
F.  Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Sarana akomodasi dan fasilitas yang terdekat dari Arboretum Nyaru Menteng terdapat di kawasan Danau Tahai. Di kawasan danau ini, pengunjung dapat menjumpai beberapa rumah makan, tempat peristirahatan sementara (shelter), aula pertemuan, mushola, WC umum, dan lain-lain. Fasilitas satu-satunya yang menghubungkan Danau Tahai dengan kawasan Arboretum Nyaru Menteng adalah sebuah jembatan kayu sepanjang lima kilometer yang membelah lebatnya hutan gambut di kawasan ini.
Bagi pengunjung yang ingin menginap, lokasi terdekat yang menyediakan sarana akomodasi cukup lengkap adalah di Kota Palangkaraya, berjarak sekitar 29 km dari Arboretum Nyaru Menteng. Di kota ini, pengunjung dapat memilih menginap di hotel-hotel berbintang, atau kalau ingin berhemat, dapat menyewa rumah-rumah penginapan yang mematok tarif relatif murah, yaitu antara Rp 75.000—Rp 200.000 per malam (Mei 2008).
(Afthonul Afif/wm/18/05-08)
__________
Sumber foto: jalanjalanterus.wordpress.com

Danau Tahai

The Tourism Object in Palangkaraya, Central Borneo

A. Selayang Pandang
Danau Tahai adalah sebuah danau kecil yang terdapat di Kota Palangkaraya. Latar belakang terbentuknya danau ini belum diketahui secara pasti hingga sekarang. Namun, ada dua versi cerita yang berkembang di masyarakat mengenai asal-muasal terbentuknya danau ini. Pertama, Danau Tahai terbentuk karena akumulasi genangan air di lokasi penambangan pasir. Kedua, Danau Tahai terbentuk karena adanya perubahan aliran Sungai Kahayan, sehingga terbentuk genangan air yang tidak mengikuti aliran sungai itu lagi. Danau ini termasuk jenis danau dataran rendah. Di sekitar danau terdapat hutan gambut yang sangat lebat. 
B. Keistimewaan
Danau Tahai memiliki keunikan yang mungkin tidak dimiliki oleh danau-danau lainnya (terutama di luar Pulau Kalimantan), yaitu airnya berwarna merah—yang disebabkan oleh akar-akar pohon di lahan gambut. Di sekitar danau, pengunjung juga dapat menyaksikan pemandangan yang unik, yaitu banyak terdapat rumah-rumah terapung—yang oleh penduduk setempat disebut sebagai rumah lanting.
Jika merasa bosan dengan pemandangan air saja, pengunjung dapat menyambangi lokasi Penangkaran Orangutan Nyaru Menteng milik Yayasan BOS (Borneo Orangutan Survival) yang tidak jauh dari lokasi Danau Tahai ini. Di lokasi penangkaran ini, pengunjung dapat menyaksikan kelucuan tingkah-laku orangutan yang berada di kandangnya. Selain melihat orangutan, pengunjung juga dapat mencoba tracking ke dalam hutan yang masih terjaga kelestariannya di sekitar areal penangkaran ini. Namun, tempat penangkaran ini tidak buka setiap hari. Hanya pada hari Minggu dan hari-hari libur lainnya lokasi penangkaran ini dibuka untuk umum. 
Keistimewaan kawasan wisata Danau Tahai lainnya adalah disediakannya jembatan-jembatan kayu yang mengelilingi areal hutan ini, sehingga pengunjung tidak perlu khawatir akan terendam air gambut. Di dalam hutan, pengunjung dapat menikmati sejuk dan segarnya udara hutan sambil mendengarkan merdunya kicauan burung-burung. Jika sedang beruntung, pengunjung juga dapat bertemu dengan uwak-uwak, salah satu jenis kera langka yang dilindungi oleh pemerintah dan hanya terdapat di kawasan ini.
C. Lokasi
Danau Tahai terletak di Jalan Palangkaraya—Sampit km 28, atau tepatnya di Desa Tahai, Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu, Kotamadya Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia.
D. Akses
Lokasinya yang berada di pinggir jalan Palangkaraya—Sampit membuat Danau Tahai tidak sulit untuk dijangkau, baik dengan kendaraan pribadi maupun sarana transportasi umum. Jika menggunakan sarana transportasi umum, pengunjung dapat naik bus jurusan Palangkaraya—Sampit dengan jarak tempuh sekitar 30 km dan turun di Desa Tahai. Dari Desa Tahai, pengunjung dapat langsung menuju lokasi danau cukup dengan berjalan kaki.
E. Harga Tiket
Dalam konfirmasi.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Selain memiliki panorama yang sangat indah, obyek wisata Danau Tahai juga dilengkapi dengan sarana akomodasi dan fasilitas yang cukup lengkap, di antaranya: sepeda air angsa, tempat duduk santai, perahu dayung/bermotor yang bisa disewa jika pengunjung ingin mengelilingi danau, jembatan/titian penghubung, tempat karaoke, rumah makan terapung, mushola, WC umum, dan areal parkir yang dilengkapi dengan pos keamanan di pintu masuknya. Selain itu, di sekitar obyek wisata Danau Tahai ini juga terdapat rumah-rumah penginapan yang mematok harga antara Rp 75.000—Rp 200.000 per malam (Mei 2008).
(Afthonul Afif/mw/16/05-08)
__________
Sumber foto: www.flickr.com - DigFloppy

Taman Nasional Tanjung Puting

The Tourism Object in Central Borneo


A. Selayang Pandang
Taman Nasional Tanjung Puting awalnya adalah Suaka Margasatwa Tanjung Puting yang ditetapkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada tanggal 13 Juni 1936 dengan luas wilayah 305.000 hektar. Oleh Pemerintah Hindia Belanda, kawasan ini dijadikan sebagai tempat perlindungan orangutan (pongo pygmaeus) dan bekantan (nasalis larvatus).
Selanjutnya, pada tanggal 12 Mei 1984 Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Kehutanan, menetapkan Tanjung Puting sebagai taman nasional dengan luas wilayah menjadi 300.040 hektar. Pada tahun 1996, melalui SK Menteri Kehutanan No. 687/kpts-II/96 tanggal 25 Oktober 1996, luas kawasan Taman Nasional Tanjung Puting bertambah menjadi 415.040 hektar yang terdiri atas Suaka Margasatwa Tanjung Puting 300.040 hektar, hutan produksi 90.000 hektar, dan kawasan daerah perairan sekitar 25.000 hektar.
Taman Nasional Tanjung Puting merupakan kawasan konservasi yang penting untuk melindungi satwa langka seperti orangutan, bekantan, owa-owa, kelasi, dan lain-lain. Kawasan yang oleh UNESCO ditetapkan sebagai paru-paru dunia (cagar biosfer) ini termasuk tipe ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, dan hutan pantai. Kawasan ini mempunyai topografi datar sampai sedikit bergelombang dengan ketinggian 0—100 m dpl (di atas permukaan laut). Secara umum tipe iklimnya termasuk tropika basah dengan curah hujan rata-rata 2.400 mm per tahun dan memiliki kelembaban yang tinggi. 
B. Keistimewaan
Taman Nasional Tanjung Puting adalah kawasan hutan yang memiliki beberapa tipe ekosistem, yaitu ekosistem hutan tropika dataran rendah, ekosistem hutan tanah kering (hutan kerangas), ekosistem hutan rawa air tawar, ekosistem hutan rawa gambut, ekosistem hutan bakau atau mangrove, ekosistem hutan pantai, dan ekosistem hutan sekunder. Di taman nasional dengan berbagai jenis ekosistem tersebut, pengunjung dapat menyaksikan kekayaan alam yang luar biasa, baik itu kekayaan flora maupun faunanya.
Kekayaan flora di Taman Nasional Tanjung Puting meliputi tumbuh-tumbuhan seperi meranti (shorea sp.), ramin (gonystylus bancanus), jelutung (dyera costulata), gaharu, kayu lanan, keruing (dipterocarpus sp), ulin (eusideroxylon zwageri), tengkawang (dracomentelas sp.), nipah (nypa fruticans), dan lain-lain. Sementara untuk tumbuhan lapisan bawah hutan terdiri dari jenis-jenis rotan dan permudaan/anakan pohon.
Sedangkan kekayaan faunanya meliputi jenis mamalia, reptilia, dan burung. 
Mamalia: Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dihuni oleh sekitar 38 jenis mamalia. Tujuh di antaranya adalah primata yang cukup dikenal dan dilindungi, seperti orangutan (pongo pygmaeus), bekantan (nasalis larvatus), owa-owa (hylobates agilis), dan beruang madu (helarctos malayanus). Jenis-jenis mamalia besar seperti rusa sambar, kijang (muntiacus muntjak), kancil (tragulus javanicus), dan babi hutan (sus barbatus) juga dapat dijumpai di kawasan ini. Bahkan, beberapa jenis mamalia air seperti duyung (dugong-dugong) dan lumba-lumba dilaporkan pernah terlihat di perairan sekitar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting.
Reptilia: Beberapa jenis reptil dapat ditemukan di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, termasuk di antaranya buaya sinyong supit (tomistoma schlegel), buaya muara (crocodilus porosus), dan bidawang (trionyx cartilagenous).
Burung: Tercatat lebih dari 200 jenis burung yang hidup di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting. Salah satu jenis burung yang ada di kawasan ini, yaitu sindang lawe (ciconia stormi) yang termasuk jenis 20 burung terlangka di dunia. Tanjung Puting juga merupakan salah satu tempat untuk semua jenis koloni burung “great alba” seperti egreta alba, arhinga melanogaster, dan ardea purpurea.
C. Lokasi
Taman Nasional Tanjung Puting terletak di Kecamatan Kumai di Kotawaringin Barat dan di Kecamatan Hanau serta Seruyan Hilir di Kabupaten Seruyan, Propinsi Kalimantan Tengah, Indonesia.
D. Akses
Cara terbaik menuju Taman Nasional Tanjung Puting adalah melalui Kecamatan Kumai. Jika pengunjung memilih jalur laut, Kumai dapat diakses dengan menggunakan kapal laut PELNI (Krakatau, Bukit Raya, dan Lawit) yang berangkat dari Semarang, Surabaya, dan Banjarmasin, dua kali seminggu. Namun, jika ditempuh melalui jalur udara, pengunjung harus singgah terlebih dahulu di Pangkalan Bun, Ibukota Kabupaten Kotawaringin Barat. Sebab, hanya di Pangkalan Bun inilah terdapat bandar udara yang menghubungkan dengan kota-kota seperti Ketapang, Palangka Raya, Sampit, Banjarmasin, dan Semarang. Dari kota-kota tersebut, penerbangan menuju Pangkalan Bun rata-rata satu kali dalam sehari. Setelah sampai di Pangkalan Bun, perjalanan ke Kumai dapat ditempuh dengan menggunakan taksi umum atau taksi carteran.   
Setelah sampai di Kumai (baik itu menggunakan jalur udara maupun laut), terdapat beberapa rute perjalanan untuk menuju Taman Nasional Tanjung Puting. Dengan menggunakan klotok atau speed boat, pengunjung dapat memasuki kawasan taman nasional ini dari beberapa pintu masuk yang berbeda berdasarkan rute yang telah dipilih, antara lain:
Kumai—Tanjung Harapan (20 km), membutuhkan waktu sekitar 0,5 jam dengan ongkos perjalanan sebesar Rp 4.000—5.000 per orang.
Kumai—Pondok Tanggui (30 km), membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan ongkos perjalanan sebesar Rp 8.000—10.000 per orang.
Kumai—Camp Leakey (40 km), membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dengan ongkos perjalanan sebesar Rp 12.000—15.000 per orang.
Kumai—Natai Lengkuas (40 km), membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dengan ongkos perjalanan sebesar Rp 12.000—15.000 per orang (April 2008).
E. Harga Tiket
Dalam konfirmasi.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di sekitar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, terutama di Kecamatan Kumai dan Pangkalan Bun terdapat sarana akomodasi dan fasilitas seperti: hotel/losmen (memasang tarif rata-rata Rp 10.000—Rp 75.000/malam), rumah makan, masjid, wisma tamu, wisma peneliti, menara pandang/pengamat, shelter (tempat peristirahatan), jalan setapak, speed boat/klotok, dan lain-lain.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Tanjung Puting dengan waktu lebih dari 1 hari, terdapat hotel/rumah penginapan di Desa Tanjung Harapan, di tepi Sungai Sekonyer. Tarif kamarnya bervariasi, mulai dari Rp 300.000—Rp 500.000/malam (April 2008). Namun, bagi wisatawan yang tidak ingin menginap di hotel, ada alternatif lain, yaitu menginap di wisma tamu Taman Nasional Tanjung Puting, yang memiliki kapasitas 10 orang dan di camping ground yang menyediakan 5 buah tenda, atau menginap di klotok yang disewa.
(Afthonul Afif/mw/13/04-08)
__________
Sumber foto: picasaweb.google.com -  Phyllis

Tuesday, March 1, 2011

Hari Ketujuh di Lugano

Title: Hari Ketujuh di Lugano
Oleh: Akihisa Kunisada (Aris Kurniawan)
-----------------------------------------

“Arrivederci, Fabrian.”
Aku melilitkan sehelai syal merah menutupi leher sesaat sebelum melangkah pergi meninggalkan Lugano Dante Hotel. Tak terasa seminggu telah berlalu sejak aku menapakkan kakiku di Zurich International Airport.
“Kau benar-benar akan pergi sekarang?” Tanpa kuduga, Fabrian menatapku dalam dengan bola mata birunya.
Ya Tuhan... Sudah berapa lama aku tidak melihat mata itu?
Mataku tidak bisa lepas dari sosok Fabrian yang berdiri di hadapanku.
Jantungku berdegup kencang, air mataku nyaris tumpah. Aku benar-benar merindukan laki-laki ini.
Aku tahu ini tidak boleh, tetapi aku tidak bisa mencegah rasa sakit yang menghujam dadaku. Melihat Fabrian, membuat hatiku perih. Begitu perih sampai aku ingin menangis.
Demi Tuhan! Apa yang sedang aku pikirkan? Aku tidak boleh memendam perasaan ini. Tidak boleh! Bagaimana mungkin aku bisa mencintai orang yang tidak sepantasnya aku cintai, orang yang sebentar lagi akan menjadi ayah dari anak-anaknya.
Aku hanya bisa mengangguk pelan. Sungguh, aku tak bisa menatap matanya, aku takut mata itu akan menghalangi kepergianku.
“Aku mohon jangan halangi kepergianku.” Hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulutku. Sungguh, hatiku sakit. Aku harus berusaha menelan bongkahan pahit yang begitu mengganjal di hatiku.
Tidak ada jawaban.
Beberapa lama kami saling diam. Membiarkan sunyinya malam menyusup di sekitar kami. Aku memang merasa sangat gugup, tapi anehnya sekaligus merasa tenang. Berada di dekat Fabrian selalu bisa membuatku tenang.
“Ini pasti sangat berat bagimu,” katanya tiba-tiba memecah keheningan di antara kami.
Aku tidak menjawab. Tidak bergerak. Mataku menatap ke depan. Kosong.
“Maafkan aku, Hyunie,” lanjutnya lagi, suaranya agak bergetar.
Diam sejenak, lalu aku berbisik, “Aku juga.”
Fabrian menunduk menatap sepatunya. “Aku menyesal atas semua yang terjadi.”
Aku bersusah payah menelan bongkahan pahit yang tersangkut di tenggorokanku. “Aku juga,” bisikku lagi.
Kami kembali berdiam diri. Kemudian Fabrian mengangkat wajahnya dan menoleh ke arahku.
“Kau tidak usah khawatir,” kataku pelan. “Segalanya akan membaik.”
Perlahan-lahan aku memutar kepalaku menatap Fabrian. Mata biru laki-laki itu begitu dalam, begitu tulus. Aku tidak sanggup membalas tatapannya dan memalingkan wajah.
“Apakah dengan melihatku saja membuatmu sedih?” tanyanya miris. Nada suaranya begitu pelan dan tidak berdaya.
Aku tidak bisa menjawab. Mataku sudah mulai kabur karena air mata. Jangan menangis... Jangan menangis sekarang...
Aku masih tidak mau menatap Fabrian.
“Biarkan aku pergi dari kehidupanmu, Fabrian!” ucapku miris.
Aku bisa melihat kedua tangannya terkepal erat di pangkuannya dan ia menggigit bibir. Untuk sesaat jantungku serasa berhenti berdetak.
“Aku sudah memutuskan untuk kembali ke Korea,” kataku lagi. “Jadi ku mohon jangan halangi kepergianku ini.”
 “Berapa lama?” tanyanya tanpa memandang ke arahku.
Aku tidak langsung menjawab. Lalu dengan suara berat akhirnya aku menjawab, “Mungkin aku tidak akan kembali lagi.”
Tidak akan kembali lagi... tidak akan kembali lagi...
Fabrian berusaha mengendalikan napasnya yang terputus-putus. Bernapaslah dengan normal... tarik... keluarkan... tarik... keluarkan...
“Fabrian.”
Dengan enggan Fabrian menoleh. Aku mencoba, berusaha menatap langsung ke matanya, lalu tersenyum. Senyum yang selalu disukainya. Tapi sayangnya Fabrian tidak bisa membalas senyuman itu. Hatinya terlalu hancur untuk tersenyum.
“Aku sangat senang bisa mengenalmu,” kataku lagi. Aku mengucapkan setiap kata dengan pelan, jelas dan tegas. “Terima kasih.”
Kali ini aku mampu menatap ke matanya.
Aku mengulurkan tangan kananku. Fabrian menatap tangan yang terulur itu, lalu kembali menatap mataku. Dengan agak gemetar ia menyambut uluran tanganku.
Kehangatan genggaman tangannya mengalir begitu saja ke tubuhku, mengisi hati dan jiwaku, juga semakin membuat hatiku serasa diremas-remas. Apakah ini terakhir kalinya aku bisa merasakan Fabrian menggenggam tanganku?
Lalu tiba-tiba Fabrian manarik tanganku dengan pelan namun yakin, menarikku mendekatinya, menarikku ke dalam pelukannya.
Aku terpana, tercengang, tapi sama sekali tidak menghindar atau menolak. Aku membiarkan Fabrian melingkarkan sebelah lengannya di sekeliling tubuhku. Aku membiarkan Fabrian memelukku dengan erat, seakan tidak mau melepaskannya lagi. Aku membiarkan diriku tenggelam dalam kehangatannya. Saat itu, aku sempat berharap waktu bisa berhenti. Aku rela memberikan apa saja asalkan waktu berhenti saat itu.
“Aku tidak pernah menyesal mengenalmu,” gumamku di pelukannya. “Percayalah padaku!”
Aku menelan ludah dan air mata yang sudah nyaris jatuh. Aku bisa merasakan Fabrian mengangguk. Ia percaya.
Aku melepaskan pelukannya dan mundur selangkah supaya aku bisa menatap matanya. “Berjanjilah padaku kau akan baik-baik saja,” kataku meminta.
Fabrian menggeleng. Ia tidak sanggup berjanji. Ia tahu ini adalah kata-kata perpisahan. Ia belum siap. Jangan pergi, pintanya dalam hati.
“Fabrian,” panggilku lembut. “Berjanjilah!”
Fabrian menggigit bibirnya. Wajahnya terlihat buram di mataku karena terhalang air mata. Akhirnya ia mengangguk.
Jangan pergi... Jangan tinggalkan aku sendiri...
Aku tersenyum. Lalu mengangkat tanganku dan membelai pipinya. Betapa Fabrian menyukai sentuhanku itu. Tapi, ia juga menyadari itu untuk yang terakhir kalinya.
“Terima kasih,” gumamku. Aku menarik kembali tanganku dan memasukannya ke saku jaket. “Selamat tinggal, Fabrian,” ucapku membalikkan tubuh, lalu melangkah pergi masuk ke dalam taksi yang sudah berhenti di hadapanku.
Aku tahu Fabrian menangis. Ketika aku membalikkan tubuh dan berjalan pergi, aku mendengar isakan laki-laki itu. Butuh tekad kuat dan segenap kendali diriku untuk tidak berbalik dan kembali memeluk Fabrian. Aku tahu kalau aku berbalik dan melihat Fabrian lagi, aku tidak akan sanggup meninggalkan laki-laki itu.
Aku tahu keputusanku ini adalah yang terbaik. Satu-satunya yang bisa dilakukan. Aku tidak tahu apakah aku bisa kembali lagi ke sini. Aku hanya ingin mengubur semua ini dalam-dalam, hingga aku tidak bisa mengingatnya lagi.
Hatiku sakit sekali ketika memeluknya, tapi jauh lebih sakit ketika aku melepaskan pelukannya. Tidak apa-apa... Saat aku meninggalkan Lugano, hatiku tidak akan sakit lagi. Aku yakin itu. Karena pada saat itu, hatiku juga akan mati. Tidak akan merasakan apa-apa lagi.
‘Selamat tinggal, Fabrian. Semoga kau bisa bahagia bersamanya.’
*****
Aku masih duduk di kursi belakang taksi yang terus melaju membawaku menuju Zurich International Airport. Pikiranku terus berkecamuk, hatiku sakit, aku sungguh tidak pernah membayangkan kalau semuanya akan berakhir seperti ini. Tadinya aku berharap, Fabrian akan menepati janjinya untuk memperkenalkanku pada keluarganya, lalu menikahiku. Namun, ternyata semua janji itu hanyalah omong kosong belaka. Tepat di hari ke tujuh aku berada di sini, aku malah mendapatkan sesuatu yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Aku benar-benar tidak menyangka, dan sungguh sekalipun aku tidak pernah menduga kalau ternyata aku harus dihadapkan pada sebuah kenyataan, kenyataan yang membuatku harus segera pulang ke tanah airku dan melupakan semuanya.
*****
Pukul 16.00 waktu setempat.
                Aku duduk sendiri di dekat jendela besar kamar hotel ini. Pandanganku menerawang menatap keluar jendela. Mobil-mobil yang melintas di bawah sana nampak terlihat kecil jika dilihat dari ketinggian kamar ini. Sudah tujuh hari aku menapakkan kaki di negeri orang ini, negeri yang benar-benar terasa asing dan tidak cocok dengan kepribadianku yang lebih cenderung tidak menyukai keramaian. Sungguh, kalau aku boleh jujur, aku terpaksa datang ke negeri ini. Kalau bukan karena laki-laki itu, aku tidak akan pernah mau menginjakkan kakiku di negeri ini. Fabrian. Dia adalah laki-laki yang sangat aku cintai, laki-laki yang mungkin sebentar lagi akan menjadi suamiku. Aku bahagia, sungguh bahagia saat Fabrian mengundangku untuk bertemu keluarganya. Ia ingin memperkenalkanku pada keluarganya, lalu setelah itu ia akan menikahiku. Aku percaya akan janjinya, aku percaya kalau ia akan menikahiku, itulah kenapa aku terus menunggunya, aku tidak pernah lelah menunggunya, meski sampai hari ini ia belum juga datang menemuiku. Sampai akhirnya aku menerima telepon itu.
“Halo,” sapaku tersenyum setelah mengetahui kalau Fabrian yang meneleponku.
“Halo,” jawab suaranya yang khas dari seberang sana.
“Kau masih belum bisa menemuiku?” tanyaku sedikit merajuk. “Aku sungguh kesepian di hotel ini.”
“Kau sudah siap?” tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku.
“He?” Aku hanya bisa melongo mendengar pertanyaannya. Sungguh, aku tidak mengerti apa yang ia maksud.
“Supirku sudah menjemputmu di luar, dia akan membawamu ke rumahku. Aku ingin memperkenalkanmu pada keluargaku, sekaligus ada hal penting yang ingin aku sampaikan,” jelasnya yang membuatku terlonjak senang.
“Benarkah?” tanyaku masih tidak percaya.
“Lebih baik kau segera bersiap,” katanya lalu menutup teleponnya.
Aku bahagia sekali sore ini, sungguh aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Akhirnya aku bisa berkenalan dengan keluarganya. Dan sebentar lagi aku akan menikah dengannya. ‘Ya Tuhan, aku sungguh tidak menyangka akan secepat ini,’ batinku senang.
*****
Mobil yang membawaku kini berhenti di depan sebuah rumah mewah yang begitu besar, rumah dengan halaman yang begitu luas dan dihiasi dengan bunga-bunga dan pohon-pohon rindang yang menghijau. Ya Tuhan, betapa bahagianya orang yang bisa tinggal di rumah ini. Benarkah ini rumah Fabrian? Benarkah orang yang kucinta tinggal di rumah ini? Terima kasih Tuhan, kau sudah membawaku ke orang yang aku cinta ini.
Tanpa buang-buang waktu, aku segera turun dari mobil, lalu melangkah memasuki rumah itu, namun langkahku tiba-tiba terhenti sesaat ketika aku sampai di depan pintu. Aku berdiri sejenak di sana. Entah kenapa, aku tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh di hatiku, jantungku tiba-tiba berdetak lebih kencang, napasku turun naik tidak teratur, dan kakiku tiba-tiba terasa lemas. Aku ingin mengetuk pintu itu, namun tanganku terasa berat untuk ku gerakkan. Ya Tuhan, kenapa aku tiba-tiba merasa gugup seperti ini?
Aku menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. Aku mencoba sekali lagi melakukannya, namun untuk kedua kalinya hal itu tetap tidak bisa aku lakukan, aku tetap tidak bisa menggerakkan tanganku. Aku hanya bisa berdiri mematung, hingga seorang wanita muda tiba-tiba membukakan pintu untukku.
“Kau sudah lama berdiri di sini?” tanyanya lembut.
‘Cantik sekali wanita ini,’ pujiku dalam hati.
Aku hanya bisa mengangguk pelan.
“Kau temannya Fabrian yang dari Korea itu, kan?” tanyanya lagi.
Lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk.
“Perkenalkan namaku, Jessica,” ia lalu mengulurkan tangannya ke arahku, dan aku menyambutnya dengan bibir tersenyum. “Aku istrinya Fabrian,” lanjutnya yang langsung membuatku seakan dihantam dengan godam yang beratnya 100 ton.
“Eh?” Aku hanya bisa melongo.
“Kami baru saja menikah, sebulan yang lalu. Dan sekarang aku sedang hamil muda,” jelasnya masih dengan senyum yang mengambang di bibirnya.
“Be… Benarkah i-tu?” tanyaku berusaha menelan bongkahan pahit yang tersangkut di tenggorokanku. Sakit, hatiku benar-benar sakit. Semua rasa bahagia yang tadi sempat bersarang di hatiku kini musnah sudah, semua itu kini berganti dengan ratusan jarum yang terus-terusan menusuk hingga ke dasar hatiku.
“Ayo masuk!” katanya mempersilakan.
Namun aku segera menggeleng. Aku tidak tahan lagi. Aku tidak sanggup kalau lama-lama harus berada di rumah ini. Aku tidak sanggup kalau harus di hadapkan dengan hal yang lebih pahit dari ini. Aku tidak sanggup jika harus mendengar Fabrian mengatakan kalau wanita ini adalah istrinya. Aku tidak mau mendengar itu semua. Aku tidak mau…
“Aku hanya sebentar saja, aku hanya ingin kau menyampaikan salamku pada Fabrian, tolong sampaikan permintaan maafku padanya karena tidak bisa menemuinya, karena aku harus segera terbang ke Korea malam ini,” tolakku dengan hati yang sakit setengah mati. Lalu segera pergi dari hadapan wanita itu, pergi dengan hati yang hancur berkeping-keping, dan dengan harapan yang sudah hangus menjadi abu. Aku tidak sanggup menahan air mataku, aku membiarkannya bobol begitu saja. Aku ingin menumpahkannya, semuanya. Aku berharap air mata ini bisa sedikit meringankan rasa sakit ini.
*****
Aku duduk bersandar di kursi meratapi nasib yang baru saja menimpaku. Air mataku tidak henti-hentinya menetes. Aku sama sekali tidak menyangka jika semuanya akan berakhir seperti ini. Aku tidak pernah menyangka jika ternyata Fabrian sudah mengkhianatiku. Ia sudah membohongiku. Bahkan, ia sudah mengoyak-ngoyak hati dan perasaanku. Sakit…
Aku menatap ke jam yang melingkar di lengan kiriku. Pukul 20.15. Tinggal 45 menit lagi aku berada di sini. Aku akan segera terbang ke Korea. Pesawatku berangkat pukul 21.00 malam ini. Aku ingin segera pergi dari negeri ini. Aku tidak tahan lagi jika harus berlama-lama tinggal di sini. Semua ini benar-benar membuatku sakit. Aku menghela napas panjang, menyeka air mataku, lalu bangkit dari dudukku dan mulai menarik coverku meninggalkan kamar ini.
Aku terus melangkahkan kakiku sesaat ketika langkahku dihentikan oleh seseorang yang sangat aku kenal ketika aku sudah berada di luar hotel. “Fabrian?” gumamku pelan.
“Arrividerci, Fabrian.”
Aku melilitkan sehelai syal merah menutupi leher sesaat sebelum melangkah pergi meninggalkan Lugano Dante Hotel. Tak terasa seminggu telah berlalu sejak aku menapakkan kakiku di Zurich International Airport.
“Kau benar-benar akan pergi sekarang?” Tanpa kuduga, Fabrian menatapku dalam dengan bola mata birunya.
*****
“Nona, kita sudah sampai,” suara supir taksi yang tadi aku tumpangi membuyarkan lamunanku.
Aku terdiam sejenak, lalu mengambil sehelai kertas dari tasku, dan mulai menuliskan kata demi kata. Lalu keluar dari taksi itu dan melangkah menuju kotak surat yang terletak tidak jauh dari tempatku berdiri.
Dear Fabrian,
Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Ingatkan aku untuk kembali ke Lugano suatu hari nanti.
Kupandangi kartu pos berisi tulisan tanganku itu dengan dada bergemuruh sebelum menyelipkannya ke dalam kotak surat. Segera sesudahnya, aku gegas melangkah masuk ke ruang tunggu Zurich International Airport. Dalam waktu setengah jam ke depan, pesawat yang kutumpangi akan mengudara menuju tanah airku, meninggalkan Fabrian dan sepenggal harapan yang dititipkannya padaku. -The End-